FIRDAUS FAHDI
MIKROBIOLOGI
Aspek mikrobiologi pada produk makanan kaleng
BAB I
LATAR BELAKANG
Dengan berkembangnya teknologi pangan mempengaruhi beragam kemasan produk makanan. Kemasan produk pangan mempunyai arti penting dan luas untuk sebuah produk pangan. Pengemasan suatu produk pangan sendiri dimaksudkan untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan normal sekelilingnya, untuk menunda proses dalam jangka waktu yang diinginkan. Dengan demikian pengemasan memberikan peranan yang utama dalam mempertahankan bahan pangan dalam keadaan bersih dan higienis.LATAR BELAKANG
Salah satu pengemas yang semakin berkembang dan diminati produsen produkproduk pangan maupun minuman adalah kemasan kaleng. Kemasan kaleng mempunyai banyak kelebihan, seperti :
- kaleng dapat mencegah bahan pangan yang ada di dalamnya bebas dari
kontaminan mikroba, serangga atau bahan asing lain karena dikemas secara
hermetis.
- kaleng dapat mencegah perubahan kadar air bahan pangan yang tidak
diinginkan
- kaleng dapat mencegah penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan dan
partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfir pada bahan pangan.
- kaleng dapat mencegah perubahan warna oleh karena reaksi fotokimia dari
cahaya.
Proses mengemas dengan wadah kaleng disebut pengalengan. Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetic (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang dikemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba pathogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan citarasa. Prinsip utamanya yang dilakukan pada makanan kaleng adalah selalu menggunakan perlakuan panas yang ditujukan untuk membunuh mikroba yang kemungkinan ada.
Produk pangan menggunakan kemasan kaleng juga memiliki kelemahan kelemahan. Kelemahan tersebut berkaitan dengan proses sterilisasi yang dilakukan pada umumnya. Sterilisasi yang diterapkan biasanya merupakan sterilisasi komersial dengan sterilisasi komersial maka masih ada spora bakteri patogen yang tertinggal Pada kondisi penyimpanan normal spora tersebut akan tumbuh menjadi sel vegetatif yang dapat menyebabkan kerusakan produk makanan kaleng.
Mikrobiologi makanan dan minuman dalam kemasan aseptik adalah suatu konsep yang membahas tentang mikroorganisme dalam kaitannya dengan bahan makanan kemasan. Termasuk diantaranya makanan kaleng, air mineral, teh kotak, susu krim, es krim sirup dan sebagainya.
Dengan demikian berbagai informasi yang berkaitan dengan upaya pencegahanharus terus dilakukan dan penyebaran informasi tentang makanan kaleng terutama dari aspek mikrobiogi terus disebarluaskan kepada masyarakat luas agar keamanan pangan dapat tercapai bagi setiap individu.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai aspek mikrobiologi pada produk makanan yang menggunakan kemasan kaleng. Artinya aspek-aspek yang mempengaruhi keberadaan mikroba, tanda-tanda kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba kontaminan, jenis-jenis mikroba kontaminan, yang berhubungan dengan akibat yang ditimbulkan oleh karena keberadaan mikroba dalam suatu produk makanan kaleng serta tingkat resiko yang ditimbulkan bagi kesehatan manusia.
BAB II. PENDAHULUAN
PENYEBAB KEBERADAAN MIKROBA DALAM KEMASAN KALENG
Beberapa jenis mikroba dapat bertahan pada suhu panas tinggi terutama kelompok mikroba thermofilik. Demikian juga spora bakteri dapat bertahan pada suhu tinggi. Spora bakteri pada umumnya akan bertahan pada suhu panas tinggi dan akan berkecambah dan tumbuh pada suhu di bawahnya (Frazier, 1988; Jay, 2000; Ray, 2004).Ada 3 hal penyebab kerusakan makanan oleh mikroba pada makanan kaleng, yakni :
1) Suhu yang tidak cukup dingin setelah proses seterilisasi atau disimpan pada temperature tinggi sehingga memberikan kesempatan thermophilic spore forming bacteria berkecambah dan tumbuh,
2) Suhu pemanasan tidak cukup tinggi sehingga memberikan kesempatan pada bakteri yang tergolong mesophilic (yang hidup pada suhu 25 – 45°C) bertahan dan selanjutnya dapat tumbuh,
3) Adanya kebocoran kaleng yang memungkinkan mikroba yang ada lingkungan masuk ke dalam kaleng (Ray, 2004). Jay (2000) menambahkan perlakuan sebelum proses pengalengan atau praprocessing terhadap bahan pangan juga berpengaruh terhadap keberadaan mikroba di dalam makanan kaleng. Selain itu tahapan proses pengalengan yang tidak sempurna juga turut memicu adanya mikroba.
Ketiga penyebab tersebut sangat mungkin terjadi sekalipun di pabrik dengan peralatan modern dan sistem kontrol yang ketat. Kebusukan atau kerusakan yang terjadi pada bahan pangan atau produk pangan yang dikemas dengan kaleng apabila mengalami kelima hal di atas akan sangat merugikan bahkan kematian konsumen karena dapat tercemar oleh bakteri kontaminan atau keracunan dari bakteri yang mengeluarkan racun di dalam makanan kaleng tersebut.
BAB III. JENIS MIKROORGANISME DAN TANDA KERUSAKANNYA
Kerusakan makanan kaleng dapat dicirikan secara fisik maupun kimia yang berkaitan dengan jenis mikroorganisme yang mengkontaminasi. Tipe kerusakan ditentukan oleh derajat keasaman dan kelompok mikroba yang mengkontaminasi produk makanan tersebut. Berdasarkan keasaman dan kelompok mikrobanya, maka tipe kerusakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1. Bahan pangan asam rendah (low acid).
Bentuk kerusakan akan diakibatkan oleh kelompok bakteri tersebut terjadi pada makanan tergolong low acid (asam rendah) dengan pH > 4,6. Misalnya daging, ikan dan kacang-kacangan serta sayuran. Selain itu juga termasuk susu dan produk ternak. Yang menyebabkan kerusakan adalah kelompok
a. Thermofilik spore-forming bacteria (bakteri thermofilik pembentuk spora).
Bakteri ini merupakan bakteri pembentuk spora yang tahan panas. Perkecambahan sporanya terjadi pada suhu > 43°C dan tumbuh baik pada suhu >30°C (Ray, 2004).
Gambar 1. Contoh bakteri Thermofilik
Tipe kerusakan yang ditimbulkan adalah:
- Flat sour, tandanya kaleng tidak menggelembung atau rata tetapi produk menjadi asam yang disebabkan oleh aktivitas Bacillus stearothermophillus yang bersifat anaerob facultativ.).
- Thermofilic Anaerobic (TA), tandanya kaleng menggelembung karena adanya gas dan produk menjadi asam. Pertumbuhan dan aktivitas bakteri Clostridium thermosaccharolyticum memproduksi sejumlah gas CO2 dan asam sehingga menyebabkan kaleng menggelembung, selanjutnya dapat terjadi terbukanya kaleng akibat desakan gas yang diproduksi terus menerus (Frazier, 1988).
- Sulfur stinker (senyawa sulfida), tandanya kaleng tetap rata tetapi produk menjadi berwarna hitam dan bau seperti telur busuk. Penyebabnya adalah bakteri Desulfotomaculum nigrificans yang memproduksi H2S. Sulfur yang dihasilkan dapat bereaksi dengan besi (iron/ Fe) dari kaleng maka terbentuk Iron sulfide (FeS) yang menyebabkan warna hitam pada produk makanan di dalam kaleng.
b. Mesophilic spore-forming bacteria (Bakteri mezophilik pembentuk spora).
Bakteri ini merupakan bakteri pembentuk spora yang tumbuh pada rentang suhu 25 – 45°C dan optimum pada suhu 37°C. Kerusakan yang diakibatkan oleh adanya bakteri kelompok ini lebih dikarenakan pemanasan yang kurang sempurna atau tidak cukup sehingga ada spora bakteri yang dapat bertahan pada suhu tersebut dapat berkecambah dan tumbuh.
Ada 2 kelompok bakteri yang mendominasi yakni Clostridium dan Bacillus. Pada kelompok Clostridium yang disebut putrefactive anaerobic bacteria ini memfermentasi karbohidrat menghasilkan asam-asam volatile, gas H2 dan CO2, sehingga kerusakan yang ditimbulkan sekaligus menjadi tanda yakni kaleng menjadi menggelembung. Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah Clostridium pasteurianum dan C. butyrinum yang terkenal mengeluarkan asam butirat. Selain itu juga ada C sporogenum, C putrefacience, C. botulinum yang memetabolime protein menghasilkan bau busuk karena mengeluarkan senyawa bau busuk H2S, mercaptan, indol, skatol, amonia serta gas CO2 dan H2. Khususnya C. botulinum merupakan bakteri yang sangat ditakuti karena racun yang dikeluarkan dan dapat menyebabkan kematian. Bakteri ini terutama sering ditemui pada daging dan sayuran.
Sedangkan bakteri Bacillus yang disebut aerobic mezophilic spore forming bacteria mengkontaminasi akan mengeluarkan asam dan gas CO2. Jenisnya adalah Bacillus subtilis dan B. coagulans (Ray, 2004) serta B. mecentericus (Frazier, 1988). Keberadaan bakteri ini dianggap kurang penting karena merupakan bakteri aerob dan dalam keadaan vakum tidak dapat berkembang. Keberadaannya di dalam kaleng apabila kaleng mengalami kebocoran.
Gambar2. Mesophilic spore_forming bacteria (bakteri mezophilic pembentul spora)
c. Non-spore-forming bacteria.
Bakteri ini merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, sangat resisten pada suhu yang tidak terlalu panas atau tidak tahan panas. Bakteri ini dapat menyebabkan kerusakan melalui kaleng yang mengalami kebocoran setelah proses pemanasan. Kelompok bakteri ini sangat banyak jenisnya sehingga makanan kaleng yang terkontaminasi ini dapat memiliki bentuk kerusakan yang bervariasi. Tetapi bakteri ini tidak biasa berada di dalam makanan keleng yang rendah asam.
Gambar. Non-spore-forming bacteria.
d. Yeast (khamir/ ragi) dan Mold (kapang)
Kelompok mikroorganisme sebenarnya tidak dapat tumbuh pada substrat atau bahan pangan yang berasam rendah atau memiliki pH tinggi. Apabila ditemukan di dalam makanan keleng berasam rendah ada dua kemungkinan yang menyebabkan seperti proses sterilisasi yang tidak baik atau disebabkan oleh pelapisan kaleng yang tidak sempurna sehingga terkontaminasi dari lingkungan luar.
2. Bahan pangan asam tinggi (pH < 4,6)
Bentuk kerusakan diakibatkan oleh kelompok bakteri yang dapat bertahan hidup pada bahan pangan yang memiliki keasaman tinggi yakni dengan pH <4,6, seperti buah-buahan dan produk sauerkraut, jus tomat dan sebagainya. Kelompok mikroorganisme yang mengkontaminasi adalah
a. Spore – forming bacteria (bakteri pembentuk spora)
Kelompok bakteri yang dapat ditemukan adalah bakteri Bacillus thermoaciduran, bakteri yang tidak tahan panas ektrem tetapi tahan panas (thermophilik), aerobik. Kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh kehadiran bakteri akan tampak rata dan produk menjadi sangat asam atau disebut flat sour. Selain itu ada yang penting kelompok yang kedua adalah cakteri Clostridium pasteurianum yang membentuk spora, anaerobik, bersifat sakarolitik dan memproduksi gas. Sehingga bentuk kerusakan makanan kaleng ini tampak menggelembung karena ada desakan gas.
b. Non sporing bacteria
Anggota kelompok enterococci seperti Streptococcus thermophillus, beberapa spesies Micrococcus, Lactobacillus dan Microbacterium. Selain juga kelompok bakteri pembentuk asam, seperti Lactobacillus dan Leuconostoc yang dapat ditemukan pada produk tomat, pear, dan buah-buahan lainnya; beberapa kelompok bakteri heterofermentativ yang memproduksi cukup gas CO2 sehingga dapat menyebabkan penggelembungan kaleng. Demikian juga yang termasuk kelompok bakteri yang tidak membentuk gas seperti Pseudomonas, Alcaligenes, Flavobacterium.
c. Yeast (khamir)
Mikroorganisme ini merupakan kelompok yang sangat tidak tahan panas atau dapat bertahan pada suhu rendah. Kehadiran khamir pada makanan kaleng lebih disebabkan proses pengalengan yang tidak sempurna atau kaleng mengalami kebocoran.
Gambar. Bakteri Yeast (khamir)
d. Mold (Kapang).
Kapang Byssochlamys fulva merupakan penyebab kerusakan yang terkenal untuk buah kaleng. Kapang tersebut akan memecah pektin yang dikandung oleh sebagian besar buah-buahan dan kadang-kadang disertai munculnya gas. Kapang ini termasuk tahan panas bila dibandingkan dengan jenis kapang yang lain.
Gambar .kapang Byssochlamys fulva.
Menurut Frazier (1988), berdasarkan gas dan senyawa yang dikeluarkan oleh mikrogansime di dalam makanan kaleng maka dapat disistematisasikan sebagai berikut
1. Produksi gas ( bentuk kerusakan kaleng menggelembung), terdiri dari:
- gas H2 (oleh karena aspek kimia)
- gas CO2, diproduksi oleh:
- khamir (penghasil alkohol)
- Bacillus sp (pada cured meat)
- campuran gas CO2 dan H2, diproduksi oleh
- bakteri thermophilik : Thermophilic Anaerobic : memproduksi asam
- bakteri mesophilik :
- penghasil bau busuk (putrid odor) oleh bakteri putrefactive
anaerobes
- penghasil asam, yang dapat terbagi menjadi 3 macam:
- oleh bakteri sakarolitik anaerob yang melakukan
fermentasi menghasilkan asam butirat
- oleh mikroorgansime campuran (mixed flora) yang
melakukan fermentasi menghasilkan asam
- oleh bakteri Bacillus yang aerob (aerobacilli)
2. Bukan penghasil gas (bentuk kerusakan kaleng tetap rata ), oleh
- bakteri tahan asam rendah, yang terbagi menjadi:
- bakteri thermophilik
- bakteri mesophilik, terdiri dari :
- bakteri penghasil asam, sehingga bentuk kerusakannya flat sour
- bakteri asam laktat : Lactobacilli (pada buah-buahan)
- bakteri campuran
- bakteri penghasil H2S menyebabkan warna hitam
- mikroorganisme kelompok kapang (jamur/ fungi)
Kapang (Inggris: mold) merupakan anggota regnum Fungi ("Kerajaan" Jamur) yang biasanya tumbuh pada permukaan makanan yang sudah basi atau terlalu lama tidak diolah. Sebagian besar kapang merupakan anggota dari kelas Ascomycetes.
Gambar. Kapang , tampak hifa berwarna putih dan bagian dengan askus berwarna biru kelabu. Diameter koloni terbesar sekitar 1 cm.
3. Akibat yang ditimbulkan dan tingkat resiko
Secara umum keberadaan mikroorganisme di dalam makanan kaleng memiliki arti adanya penurunan kualitas produk. Penurunan kualitas produk makanan kaleng berakibat pada nilai produk itu sendiri seperti adanya perubahan penampakan makanan misalnya menjadi hancur, keruh dan berwarna hitam. Selain itu juga adanya perubahan bau dan rasa misalnya menjadi asam dan busuk dan lain-lain. Disamping itu juga dapat berdampak pada kesehatan konsumen apabila ditemukan mikroba-mikroba berbahaya atau penghasil racun. Jenis mikroba yang paling diwaspadai adalah kehadiran Clostridium botulinum dalam makanan kaleng terutama produk daging dan ikan termasuk ikan asap yang semuanya pada umumnya memiliki pH tinggi atau low acid. Bakteri ini menyebabkan seseorang keracunan (intoksikasi) yang disebut botulism. Botulism in disebabkan oleh racun yang diproduksi oleh bakteri tersebut di atas yang bersifat neurotoksin. Racun ini penyebab kematian dengan tipe neuro-paralytic toxin. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ini merupakan protein yang daya toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup menyebabkan kematian.
Ada 7 tipe toksin yakni A, B, C, D, E, F dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B, E dan F. Toksin ini diserap dalam usus kecil dan melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat penting dari toksin ini adalah labil terhadap panas. Toksin tipe A akan inaktif pada suhu 80°C yang dipanaskan selama 6 menit, sedangkan tipe B pada suhu 90°C dipanaskan selama 15 menit. Gejala botulism biasanya timbul dalam 12-36 jam. Gejala mula-mula yang timbul biasanya gangguan pencernaan yang akut, diikuti rasa mual, muntah-muntah lalu diare dan akan terjadi lemah fisik dan mental yang disebut fitig, pusing dan sakit kepala. Pandangan berubah menjadi dua, sulit menelan dan berbicara. Otot-otot menjadi lumpuh dan paralisis akan menyebar ke jantung dan sistim pernafasan (Kandel dan McKane, 1996).
Oleh karena terus-menerus kesulitan bernafas maka akhirnya akan meninggal dunia. Pada kasus yang fatal kematian biasanya terjadi dalam waktu 3 –6 hari. Clostridium botulinum adalah bakteri berbentuk batang, dalam kondisi yang buruk akan membentuk spora yang tahan panas tinggi dan pembentuk gas. Habitat alaminya sebenarnya adalah tanah yang ada di seluruh bagian dunia ini, bersifat anaerobik atau hidup tanpa udara.
BAB IV. KESIMPULAN
Aspek mikrobiologi pada produk makanan kaleng harus menjadi perhatian oleh semua pihak baik oleh produsen makanan maupun oleh para konsumen sendiri. Konsumen harus secara seksama melihat tanda-tanda kerusakan pada kaleng karena kenampakannya dapat mencirikan adanya kerusakan yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba. Kerusakan oleh keberadaan mikroorganisme dalam kemasan kaleng selain menurunkan kualitas produk juga sangat membahayakan kesehatan bahkan kematian. Dengan demikian memperhatikan aspek mikroobiologi pada berbagai produk yang dikemas dengan kaleng sangat penting dalam rangka memperoleh keamanan pangan baik individu maupun masyarakat umum.
Bakteri dalam makanan
Analisis bakteri bahan pangan akan menghasilkan status bahan pangan apakah bahan tersebut memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan atau bahan pangan tersebut tidak memenuhi standar. Bahan makanan yang tidak memenuhi standar baku mutu tidak boleh dikonsumsi.
Keberadaan bakteri di dalam bahan makanan memiliki arti yang sangat penting mengingat hal tersebut berhubungan langsung dengan manusia. Status nilai gizi, status nilai cerna, sterilitas dan bahan pencemar perlu dianalisis dengan teliti dan tepat.
Beberapa penyebab kenapa bakteri ada dalam makanan. Pertama, bahan makanan memang harus mengandung bakteri. Contohnya makanan hasil fermentasi seperti minuman berfermentasi, tempe, tapai dan lain-lain. Kedua, makanan harus tidak terdapat bakteri. Contohnya adalah makanan yang pada proses pembuatannya menggunakan sterilisasi dan pengemasannya digunakan botol/kaleng tertutup rapat dan steril. Misalnya minuman yang tertera sebagai minuman steril, minuman dengan proses sterilisasi ultra high temperatur (140 derajat Celcius selama empat detik), semua jenis makanan kalengan. Ketiga, makanan boleh terdapat bakteri tetapi jenis dan jumlah bakteri dibatasi disesuaikan dengan standar baku mutu yang telah disepakati bersama. Contohnya adalah makanan yang proses pembuatannya tidak dilakukan sterilisasi kemasan dan penyajiannya sehingga tidak steril. Makanan jenis ini contohnya sangat banyak baik yang berasal dari daging, sayur maupun buah-buahan. Keempat, makanan tidak boleh terdapat bakteri patogen (menyebabkan sakit perut, mual muntah bahkan kematian) bagi manusia. Untuk itu diperlukan kecermatan di dalam melakukan pemeriksaan makanan/minuman sejak dari cara pengambilan, membawa sampel ke laboratorium, memilih metode pemeriksaan yang tepat dan akhirnya melaporkan dengan tepat. Rangkaian tata kerja yang benar akan menghasilkan pemeriksaan yang benar dan kesimpulan yang benar. Akan tetapi bila ada unsur yang salah dalam rangkaian tersebut, hasil pemeriksaan analisis akan salah.
BAB V. DAFTAR PUSTAKA
Frazier, W.C. and Westhoff D.C., 1988, Food Microbioloy, 4 ed, McGraw-Hill, Inc, Singapore
Fardiaz, 1982, Mikrobiologi Pangan 1, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Jay, J.M., 2000, Modern Food Microbiology, 6ed, Aspen Publishers, Inc., Gaithernburg, Maryland
Kandel J., L. McKane, 1996, Microbiology: Essentials and Applications, 2ed, McGRAWHILL., INC., New York
Ray, B., 2004, Fundamental Food Microbiology, 3 ed, CRC Press, Whasington DC.
Supardi I., Sukamto, 1999, Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan, Penerbit Alumni, Bandung